Kesemrawutan kota besar yang perkembangannya kurang pengendalian tak urung juga melanda kota budaya seperti Yogyakarta.
Fungsi
pengawasan dan penindakan yang lemah membuat banyak ruang publik yang
beralih fungsi, termasuk trotoar yang menjadi akses bagi orang banyak
tidak lagi digunakan sebagaimana mestinya, tidak jarang malah digunakan
sebagai tempat usaha.
Di tengah sikap apatis masyarakat
dan pemerintah kota segelintir pemerhati ruang publik di Yogyakarta
mencoba menggugat dan menumbuhkan kesadaran.
Apalagi melihat
semakin banyaknya kendaraan, terutama sepeda motor yang sangat sering
tidak malu-malu lagi menggunakan trotoar untuk melintas dan tentu ini
sangat membahayakan pejalan kaki. Sehingga trotoar semakin sulit atau
bahkan sama sekali tidak bisa diakses, apalagi oleh para penyandang
cacat.
Sebuah fragmen difabel pengguna kursi roda yang
hamper tertabrak pengguna sepeda motor akan diperagakan dalam bentuk
pantomim di Yogyakarta pada Selasa 30 April esok di Concert Hall Taman
Budaya Yogyakarta.
Pantomim berjudul "Trotoar" ini melibatkan
berbagai komunitas yang ada di Kota Gudeg itu, yakni Jogja Last Friday
Ride (JLFR), komunitas difabel (SAPDA), komunitas homeschooling.
"Persoalan
keprihatinan tentang trotoar baru kami suarakan, lha sekarang muncul
parade moge yang bukannya menambah kemacetan Jogja, tetapi menyebabkan
kecelakaan. Sebaiknya parade motor gede seperti itu tidak usah di
Jogja-lah," kata Jamaluddin Latif, seniman teater Yogyakarta yang
ditemui Kompas di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Sabtu malam.
Jamaluddin
yang juga sutradara pantomim Trotoar itu yang adalah pemeran Aquanus
dalam pertunjukan teater "Gundala Gawat" di TIM pada Jumat dan Sabtu
lalu itu menggagas penyadaran penggunaan ruang publik bersama seniman
Timoteus Anggawan Kusno. Selain aktivitas artistic seperti pantomime,
juga melakukan kegiatan non-artistik yang melibatkan masyarakat lainnya.
"Bermula
dari upaya kami menggalang akses bagi pesepeda, ketika melihat melihat
banyak trotoar sudah beralih fungsi, maka kami terketuk untuk
memperhatikan. Banyak trotoar yang diberi pot besar-besar, atau bahkan
penghalang besi, tujuannya mungkin supaya sepeda motor tidak bisa lewat,
namun jelas trotoar ini tidak bisa diakses para difabel dan terpaksa
banyak pengguna kursi roda yang harus jalan di jalur aspal yang
berbahaya," kata Jamaluddin.
Keptrihatinan mereka bertambah,
ternyata kesulitan para difabel yang faktanya juga pembayar pajak tidak
pernah diperhatikan. Termasuk fasilitas mahal seperti transportasi Trans
Jogja, sama halnya dengan Trans Jakarta di Jakarta sangatlah berbahaya
bagi penyandang cacat, apalagi kesadaran masyarakat kepada kaum
berkekuarangan ini juga masih rendah.
Sehingga kedua seniman
Yogyakarta ini kemudian mengajak rekan-rekan komunitas seni yang
tersebar di Yogyakarta untuk menghidupkan aksi penyadaran dalam bentuk
berbagai kegiatan yang melibatkan publik luas.
"Mereka yang terlibat sampai saat ini ada sekitar 48 orang dari berbagai lapisan masyarakat," ujar Jamaluddin.
Mereka
memberi aksi ini dengan istilah 'Kota untuk Manusia', yaitu sebuah aksi
kepedulian pembelajaran dan pembangunan kesadaran bersama untuk
mewujudkan ruang kota yang lebih humanis.
Kota Yogyakara yang
selama ini dikenal sebagai kota seni budaya, saat ini tak bisa
dipisahkan dari kemacetan, kebisingan, sampah visual, serta tidak
tersedianya fasilitas penunjang publik memadai.* *
Problem-problem
kota semakin lama semakin meningkat, berbanding lurus dengan
peningkatan jumlah kendaraan bermotor, pembangunan ruang-ruang privat
dan komersial baru. Keadaan ini berimbas pada penurunan kesadaran publik
akan kota dan kemanusiaannya.
Hal ini perlu disuarakan dan dicari
solusinya bersama-sama, dengan langkah yang paling mendasar. Yakni
pembentukan kesadaran kolektif tentang pentingnya kemanusiaan dalam
berkota, perlunya kota untuk manusia.
"Harapannya adalah sebagai
individu kita mampu membangun kemanusiaan di kota sesuai kapasitas
masing-masing dan menginspirasi pengambil kebijakan untuk mengedepankan
kemanusiaan dalam menentukan keputusan," kata Jamaluddin yang juga
aktivis pesepeda Yogyakarta
Aktivitas lain untuk aksi trotoar ini
termasuk permbuatan film dokumenter dan video klip tentang trotoar yang
sudah diunggah di Youtube dan Vimeo. Desain kaos bertema trotoar yang
bekerjasama dengan Dagadu Djokja, program kartu pos untuk kota sampai
bincang-bincang tentang trotoar.
disalin dari
http://oase.kompas.com/read/2013/04/29/15233037/Pantomim.Gugat.Fungsi.Trotoar.di.Yogyakarta?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
aneka jasa
Tampilkan postingan dengan label berita jogja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label berita jogja. Tampilkan semua postingan
Langganan:
Postingan (Atom)
ads here
.